Indonesia vs Thailand – Hari ini, pertandingan final Piala AFF antara Indonesia melawan Thailand akan di gelar. Tim Garuda dan Tim Gajah Putih akan bertarung menjadi yang terbaik dalam urusan sepakbola di Asia Tenggara.
Rekor Thailand di Piala AFF (dulu Piala Tiger) sangat ciamik. Thailand adalah pemegang juara terbanyak dengan lima trofi. Kali terakhir Thailand jadi juara Piala AFF adalah pada 2016.
Di ajang Piala AFF 2020 (yang di gelar 2021 karena pandemi virus corona), langkah Thailand terbilang mulus. Tim asuhan pelatih asal Brasil, Alexandre Polking, ini tidak banyak menghadapi tantangan di fase grup. Thailand menyapu bersih seluruh laga fase grup, empat kali tanding empat kali menang. Sepuluh kali menjebol gawang lawan dan cuma sekali kebobolan.
Thailand bertemu dengan Vietnam di babak semifinal. Teerasil Dangda dan sejawat menang 2-0 pada laga pertama, dan imbang 0-0 pada pertandingan kedua. Thailand lolos ke final dengan agregat skor 2-0.
Sementara kiprah Indonesia di Piala AFF 2020 tidak semoncer Thailand. Indonesia memang menjadi juara grup, tetapi sama-sama mengoleksi 10 poin dengan Vietnam di posisi runner-up. Indonesia memuncaki grup karena mencetak gol lebih banyak ketimbang Vietnam, 13 banding sembilan.
Di babak semifinal, Indonesia bersua dengan Singapura. Tidak seperti Thailand, vs Vietnam pertarungan Garuda melawan Singa berlangsung sengit dan penuh drama.
Indonesia dan Singapura bermain seri 1-1 pada leg pertama. Pada leg kedua, tim asuhan pelatih ShinTae-yong (Korea Selatan) memang menang 4-2 tetapi kemenangan itu di dapat dengan susah payah, sampai harus melalui babak perpanjangan waktu. Drama semakin kental karena tiga pemain Singapura di usir wasit setelah menerima kartu merah.
Rekor Indonesia Tak Bagus Kala Jumpa Thailand
Klimaksnya, Indonesia berjumpa dengan Thailand di final. Pertemuan kedua negara sudah sering terjadi.
Sejak 1957, laga Garuda lawan Gajah sudah tersaji 78 kali. Thailand masih unggul dengan 39 kemenangan, Indonesia menang 25 kali, dan 14 laga berakhir sama kuat.
Buat Indonesia, Thailand bukan lawan yang mudah. Kali terakhir Indonesia menang lawan Thailand adalah pada gelaran Piala AFF 2016. Kala itu Indonesia yang menjadi tuan rumah menang 2-1 di laga final leg pertama. Sayang, Indonesia kalah 0-2 di leg kedua sehingga Thailand secara sah dan meyakinkan menjadi juara.
Selepas Piala AFF 2016, partai Indonesia vs Thailand terjadi tiga kali. Thailand menang dua kali, sisanya seri.
Kalau bicara rekor pertemuan, memang sulit buat Indonesia untuk mengalahkan Thailand. Namun pertandingan sepakbola adalah bicara hari ini.
Rekor, catatan, biarkan menjadi data di atas kertas. Hasil di lapangan tidak tergantung rekor, tetapi apa yang bisa di berikan oleh pemain dan pelatih dalam 2×45 menit. Bukan mustahil Indonesia mampu merengkuh Piala AFF untuk kali pertama, setelah lima kali menjadi finalis tetapi selalu menjadi yang terbaik kedua.
Thailand, Raja Manufaktur ASEAN
Rivalitas Indonesia-Thailand tidak hanya soal hegemoni sepakbola Asia Tenggara. Dalam hal ekonomi, kedua negara pun bersaing.
Namun jangan membandingkan ekonomi Indonesia dengan Thailand dalam metrik ukuran. Unggul luas wilayah dan jumlah penduduk, ukuran ekonomi Indonesia tentu jauh lebih besar ketimbang Thailand.
Tahun lalu, ekonomi Thailand yang di ukur dari Produk Domestik Bruto adalah US$ 452,25 miliar. Sementara Indonesia punya PDB sebesar US$ 1,11 triliun. Dengan PDB sebesar itu, Indonesia jadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang menjadi anggota G20.
Hal yang membuat Indonesia dan Thailand menjadi rival adalah dalam hal industri manufaktur. Dalam hal ini, sepertinya Thailand unggul jauh.
Produksi industri manufaktur Thailand tahun lalu mencapai US$ 21,13 miliar. Sementara Indonesia ‘hanya’ US$ 12,03 miliar. Tidak heran Thailand mendapat gelar sebagai pusat manufaktur (maufacturing hub) Asia Tenggara.
Salah satu industri yang mengangkat nama Thailand adalah otomotif. Thailand adalah ‘raja’ otomotif Asia Tenggara.
Nama Thailand kerap kali muncul di daftar tiga besar negara asal produk impor Indonesia. Pada Januari-Oktober 2021, nilai impor Indonesia dari Thailand adalah US$ 12,24 miliar. Melonjak 36,23% di bandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Produk yang paling banyak di datangkan dari Thailand adalah bagian dan perlengkapan kendaraan bermotor (HS 784). Selama Januari-Oktober 2021, nilainya adalah US$ 679,93 juta.
Mengutip survei Standard Chartered, Thailand adalah negara tujuan investasi kedua setelah Singapura bagi penanam modal asal sesama ASEAN yang ingin melakukan ekspansi. Indonesia berada di peringkat keempat, bahkan di bawah Vietnam.
“Singapura adalah negara utama tujuan investasi bagi investor intra-ASEAN, 80% responden memilih Singapura. Di ikuti oleh Thailand dengan 60%, Vietnam 59%,” sebut riset Standard Chartered berjudul Borderless Business: Intra-ASEAN Corridor.
Ini yang Bikin Thailand Jadi Jagoan Manufaktur
Mengapa Thailand bisa mempertahankan takhta sebagai raja manufaktur ASEAN?
Pertama, pemerintah Thailand (siapapun yang memimpin) punya perhatian terhadap pengembangan infrastruktur. Melalui pembangunan infrastruktur, ekonomi Thailand menjadi efisien, tidak ada ekonomi biaya tinggi karena masalah distribusi.
Thailand juga mengembangkan kawasan industri yang dekat dengan fasilitas transportasi. Pabrik, gudang, sampai pelabuhan di bangun dalam lokasi yang berdekatan.
Akibatnya, industri manufaktur berkembang pesat. Kontribusi sektor industri terhadap pembentukan PDB di Thailand mencapai 25,24% pada 2020. Pada periode yang sama, sektor manufaktur menyumbang 19,88% dalam pembentukan PDB Indonesia.
Kedua, upah pekerja di Thaland tergolong murah di antara negara-negara ASEAN. Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menyebut upah buruh Thailand lebih murah ketimbang Indonesia.
“Dengan upah Rp 4,4 juta atau sekitar US$ 308 per bulan, upah di Jakarta dan Karawang adalah yang tertinggi di ASEAN, lebih tinggi di bandingkan Vietnam (US$ 181) dan Thailand (US$ 214) meski produkitivitas lebih rendah,” sebut Satria dalam risetnya.
Ketiga, lokasi geografis Thailand juga sangat menguntungkan. Selain menjadi pintu gerbang ke pasar Asia Tenggara, Thailand juga mengoptimalkan infrastruktur menuju China dan India, negara dengan populasi terbesar di dunia. Oleh karena itu, tidak heran Thailand menjadi pilihan investor sebagai lokasi penanaman modal.
Ke depan, masa depan industri manufaktur Thailand sepertinya masih cerah. Industri otomotif tetap akan tumbuh, di dorong oleh tambahan permintaan kendaraan bertenaga listrik (Electric Vehicle/EV).
Pada 2015, terdapat 76 perusahaan yang terkait EV di Thailand dan pada 2019 jumlahnya naik menjadi 420. Pada 2030, pemerintah Thailand menargetkan produksi EV mencapai 30% dari total produksi kendaraan bermotor.
Pemerintah Thailand jor-joran memberi insentif untuk pengembangan produksi EV. Misalnya, pada 2020 pemerintah memberikan diskon bea masuk 90% untuk bahan baku yang tidak bisa di dapatkan di dalam negeri.
So, memang berat bersaing dengan Thailand. Tidak cuma perkara bal-balan, susah juga menggulingkan Thailand sebagai raja manufaktur ASEAN.